Senin, 11 November 2013

INTERNET SEBAGAI MEDIA DEMOKRASI






BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Komunikasi massa secara sederhana dikemukakan oleh Bittner dalam Rakhmat, (2009 : 188) adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada orang banyak. Menurut Sudibyo “Media massa diyakini bukan sekedar medium lalu-lintas pesan antara unsur-unsur sosial dalam suatu masyarakat, melainkan mampu mempresentasikan diri sebagai ruang-publik yang utama dan turut menentukan dinamika sosial, politik, dan budaya, di tingkat lokal maupun global” (2004:1).  Media Internet mencakup segala sesuatu secara luas baik itu dalam bidang komputerisasi maupun telekomunikasi.
Seiring dengan berjalannya waktu, kita bisa mendengar radio, membaca, menulis menonton hingga berinteraksi hanya dengan menggunakan satu media yaitu internet. Internet sebagai tempat atau wadah baru bagi individu untuk bebas berpendapat dan mendapatkan informasi tanpa batas. Berdasarkan latar belakang ini, saya berasumsi bahwa internet memiliki karakteristik kebebasan dan pengaturan diri sendiri, yang juga merupakan ciri utama demokrasi yang sesungguhnya. Menurut Miller (1991) dalam demokrasi manusia bebas mengeluarkan pendapat, bebas mengkritik dan dikritik, berhak berpartisipasi dalam berbagai kegiatan masyarakat, berhak memperoleh kesempatan dalam: pendidikan, ekonomi, dan politik (Minderop, 2006:20).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengambil beberapa rumusan masalah diantaranya:
1. Bagaimana sejarah Internet?
2. Bagaimana peran Internet dalam Demokrasi?
3. Apa saja peristiwa besar yang menggambarkan Internet sebagai media Demokrasi?
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui sejarah Internet, peran Internet dalam Demorasi dan peristiwa besar yang menggambarkan Internet sebagai media Demokrasi.
1.4 Landasan Teori
            Teori yang digunakan adalah pengertian internet menurut Baran & Davis serta pengertian Demokrasi menurut Miller.
1.5 Metodologi Penelitian
            Pada makalah ini, penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan melaporkan hasil yang terdiri dari deskripsi detail, kutipan-kutipan, dan komentar-komentar.
1.6 Manfaat Penelitian
            Manfaat dari dari penulisan makalah ini adalah memberikan informasi kepada pembaca mengenai sejarah, peran, dan peristiwa yang terjadi pada Internet sebagai media Demokrasi.

BAB II
SEJARAH INTERNET
Internet adalah “jaringan komputer yang tumbuh cepat dan terdiri dari jutaan jaringan perusahaan, pendidikan, serta pemerintah yang menghubungkan ratusan juta komputer serta pemakainya di lebih dari 200 negara (O’Brien, 2005:261). Pada tahun 1969, Departemen Pertahanan dari Amerika Serikat membentuk jaringan komputer dalam sebuah proyek yang bernama ARPANET (Advanced Research Project Agency Network). Pada awalnya, proyek ini untuk kepentingan militer, kebutuhan akan komunikasi pada masa perang dingin yang terjadi sekitar tahun 60-an. Kemudian internet merambah menjadi jaringan komputer antar universitas. Ada empat universitas pada awalnya yaitu University of California, Stanford Research Institute, Santa Barbara, dan University of Utah.
Namun kemudian proyek tersebut berkembang pesat dan akhirnya semua universitas di negara tersebut bergabung. Dari situlah jaringan itu mulai membesar hingga sekarang ini. ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu "MILNET" untuk keperluan militer dan "ARPANET" baru yang lebih kecil untuk keperluan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan akhirnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan menjadi Internet. Melalui internet seluruh negara di dunia dapat saling terkoneksi antara komputer yang satu dengan komputer yang lainnya. Internet juga menyediakan banyak hal seperti situs web dan yang paling populer saat ini adalah Social Media seperti Facebook, Twitter, dll. Media Internet mencakup segala sesuatu secara luas baik itu dalam bidang komputerisasi maupun telekomunikasi.

BAB III
PERAN INTERNET SEBAGAI MEDIA DEMOKRASI
Menurut Wikipedia, Demokrasi berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos) "kekuatan" atau "kekuasaan". Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan. Miller (1991) menerangkan bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat. Dalam pengertian terbaru, demokrasi berarti pemerintahan yang dipimpin rakyat berdasarkan hukum; sedangkan menurut istilah modern, demokrasi sama dengan social contract, yang menentang kekuasaan diktator atau kekuasaan yang tak terbatas dari raja. Dengan demokrasi, manusia bebas mengeluarkan pendapat, bebas mengkritik dan dikritik, berhak berpartisipasi dalam berbagai kegitan masyarakat, berhak memperoleh kesempatan dalam: pendidikan, ekonomi, dan politik (Minderop, 2006:20).
Dalam perkembangannya, dulu media terkekang, tidak bebas, dan dikontrol penuh oleh pemerintah. Kini media tidak lagi terkekang, bebas, dan kontrol pemerintah tidak sekuat dahulu sehingga warga negara memiliki kebebasan dalam memanfaatkan media internet dalam kehidupan mereka. Kaitan internet sebagai media demokrasi diterangkan oleh Baran & Davis dengan menjelaskan bahwa internet sebagai wilayah yang paling bebas, paling bising, paling beragam, dan paling interaktif dibanding media komunikasi massa lainnya (2010 : 326). Dalam pengertian ini membuktikan bahwa internet memiliki karakteristik kebebasan dan pengaturan diri sendiri, yang juga merupakan ciri utama demokrasi yang sesungguhnya dimana manusia bebas mengeluarkan pendapat, bebas mengkritik dan dikritik, berhak berpartisipasi dalam berbagai kegiatan masyarakat.
Dalam pengertian demokrasi menurut Miller  dan internet menurut Baran & Davis menggambarkan bahwa beragam informasi dan pendapat ada dalam internet. Melalui Internet kita dapat langsung memberikan tanggapan kita pada informasi-informasi yang di sampaikan dalam suatu situs yang membahas suatu fenomena, tanpa ada tembok yang membatasi mereka dalam berpendapat, karena disediakan ruang bagi mereka yang ingin berkomentar atau memberikan tanggapan.


BAB IV
PERISTIWA: INTERNET SEBAGAI MEDIA DEMOKRASI
Internet dan Demokrasi  berkaitan dengan kebebasan dalam memanfaatkan teknologi internet dalam kehidupan keseharian mayarakat luas. Dalam kehidupan masyarakat, internet dapat digunakan oleh masyarakat untuk berbagi pandangan tentang demokrasi dan menggalang masa untuk berdemonstrasi. Sebagai contoh sebuah "Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto" menjadi faktor pendorong bebasnya dua unsur pimpinan KPK tersebut terkait kasus yang dinyatakan kepolisian sebagai "penyalahgunaan wewenang" Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah pantas berterima kasih kepada para facebookers. Kalau tidak ada gerakan ini, mungkin pimpinan KPK itu masih berada di balik terali besi. Walau bukan satu-satunya alasan, gerakan sejuta facebookers cukup ampuh memengaruhi opini publik atas kasus Bibit dan Candra.
Gerakan Facebooker lainnya yang berhasil adalah dukungan terhadap seorang ibu rumah tangga yang bernama Prita Mulyasari ditahan karena berseteru dengan rumah sakit. Dia ditahan karena mengirim e-mail keluhan pelayanan RS ke beberapa teman. Kisah ini menarik simpati banyak orang dan memunculkan sebuah gerakan pembebasan Prita Mulyasari ‘DUKUNGAN BAGI IBU PRITA MULYASARI, PENULIS SURAT KELUHAN MELALUI INTERNET YANG DIPENJARA’. Gerakan ini terus berlanjut walaupun Pengadilan Tinggi Banten mengharuskan ibu dua anak itu membayar denda Rp 204 juta. Vonis denda ini membuahkan grup dan gerakan yang bertajuk ‘Koin untuk Prita’. Hasilnya, banyak masyarakat yang tersentuh dan bergabung dengan grup ini lalu mengumpulkan koin untuk membantu Prita. Bahkan pihak RS pun mencabut gugatan perdatanya terhadap Prita Mulyasari.
Di kancah dunia internasional, dibalik kesuksesan Obama menjadi presiden AS yaitu Komunikasi dan strategi pemasaran dengan memanfaatkan media internet. Barack Obama memanfaatkan situs internet pribadinya dan selama 21 bulan masa kampanye, Obama berhasil mengumpulkan lebih kurang 10 juta alamat e-mail pendukung melalui situs pribadinya tanpa dibantu media lain. Untuk memperluas jangkauan audiensnya, situs pribadi Obama terhubung dengan beragam jaringan media sosial seperti Twitter, MySpace, Facebook, YouTube, blog dan yang lain.
Banyak bentuk dalam penyebaran nilai-nilai dan paham demokrasi dengan menggunakan media internet yang dimotori situs pencarian (search engine) dan jejaring sosial (social network) itu. Internet mempunyai kegunaan yang beraneka ragam dan dapat digunakan untuk keperluan yang lebih luas seperti, penyebaran nilai-nilai demokrasi melalui web, dan juga dapat digunakan untuk bertukar aspirasi antar masyarakat di suatu negara mengenai demokrasi. Internet kini tak hanya berguna untuk memperoleh informasi namun juga dapat dimanfaatkan untuk menghimpun kekuatan,  dan sebagai  alat yang efektif untuk menggerakkan massa dalam konteks demokrasi.


BAB V
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Makalah ini menganalisis Internet Sebagai media Demokrasi dengan mendeskripsikan sejarah internet, peran intenet sebagai media demokrasi, dan peristiwa-peristiwa yang menggambarkan internet sebagai media demokrasi. Internet yang merupakan wilayah yang paling bebas, paling bising, paling beragam, dan paling interaktif dibanding media komunikasi massa lainnya. Dalam pengertian ini menggambarkan bahwa manusia bebas mengeluarkan pendapat, bebas mengkritik dan dikritik, berhak berpartisipasi dalam berbagai kegitan masyarakat, berhak memperoleh kesempatan dalam: pendidikan, ekonomi, dan politik. Ini membuktikan bahwa internet memiliki karakteristik kebebasan dan pengaturan diri sendiri, yang juga merupakan ciri utama demokrasi yang sesungguhnya. Media tidak lagi terkekang, bebas, dan kontrol pemerintah tidak sekuat dahulu sehingga warga negara memiliki kebebasan dalam memanfaatkan media internet dalam kehidupan mereka.
B.   Saran-saran
Dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi, dapat disepakati bahwa inilah bukti dari kedewasaan demokrasi, masyarakat berpendapat tanpa harus dengan kekerasan. Kedewasaan demokrasi seharusnya dapat membawa masyarakat dalam kedewasaan berpikir dan bersikap, karena internet sebagai pisau bermata dua, pisau dapat di gunakan untuk memotong dan hal hal baik lainnya. Akan tetapi pisau juga dapat di gunakan untuk melukai orang dan melakukan hal buruk lainnya. Semoga kita semua dapat mengambil manfaat internet dan meminimalkan dampak negatifnya.

Daftar Pustaka
Baran, Stanley J & Dennis K Davis, 2010. Teori Dasar Komunikasi Pergolakan, dan Masa Depam Massa. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Minderop, Albertine. 2006. Pragmatisme Sikap Hidup dan Prinsip Politik Luar Negeri Amerika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
Referensi Website:
<http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi 18 Oktober 2013 – 16.32>
<http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_virtual  18 Oktober 2013 – 16.35>
<thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-1-00074-SI%20Bab2001.pdf  21 Oktober 2013 – 17.03>

oleh : NITA ANGGRE ROMPAS

THE ANALYSIS OF SPEECH ACT IN THE POLITENESS STRATEGIES IN KING’S SPEECH FILM: A PRAGMATICS STUDY



TERM PAPER
NITA ANGGRE ROMPAS 
08130002
ENGLISH DEPARTMENT
FACULTY OF LETTERS
UNIVERSITY OF DARMA PERSADA
JAKARTA
2012
 




CHAPTER I
INTRODUCTION

1.1  Background of the Research
Pragmatics is the study of speaker’s meaning as distinct from word or sentence meaning. The advantage of studying language via pragmatics is that one can talk about people’s intended meanings, their assumptions, goals, and the actions (for example, request) that they perform when they speak (Yule, 1996:4).
Based on the explanation above, the speakers show their purposes by the language. The language is an important communicative instrument to express the users’ mind. It does not only create the peace, but also the war. The war occurs because of the user does not apply the politeness strategies. The hearer often feels offending because the speaker is unable to apply the strategies. According to a web sponsored by University of Oregon, Department of Lingustics, Brown and Levinson (1987: 60) state that politeness strategies are developed in order to save the hearers' "face." Face refers to the respect that an individual has for him or herself, and maintains that "self-esteem" in public or in private situations. Usually you try to avoid embarrassing the other person, or making them feel uncomfortable. Face Threatening Acts (FTA's) are acts that infringe on the hearers' need to maintain his/her “self esteem”, and to be respected. Politeness strategies are developed for the main purpose of dealing with these FTA's (‘Politeness: 1997”). The speaker uses the politeness strategies to avoid Face Threatening Act (FTA).
The writer chooses the politeness strategies in the utterances (speech act) of film. The utterances are analyzed in the politeness strategies for doing FTA; Bald on Record, Positive Politeness Strategy, Negative politeness strategy, Off the record Strategy. In this analysis, the writer chooses the King’s Speech film (directed by Tom Hooper and written by David Seidler) as a data source. The writer chooses this film because of it is a true story of King George VI. Besides, the film receives many awards and nominations. It has some nominations from Golden Globes, BAFTA, and Academy Awards.
Politeness is an important aspect in the communication. The speakers must apply politeness strategies for creating good communication because those can minimize the threat.

1.2  Identification of the Problem
Based on the background, the writer identifies the major problem in the application of politeness strategies because the speakers must apply those to create good communication. Therefore, the writer assumes that the casts (King’s Speech Film) apply politeness strategies in their speech acts to avoid FTA and to minimize the threat.

1.3  Limitation of the Problem
The writer limits the problem about the speech acts of the casts from the utterances in film and the application of politeness strategies to avoid FTA.

1.4  Statement of the Problem
Based on the background above, the writer formulates the problem of the research as follows:
1.4.1   What is the most speech act that is utilized by the casts?
1.4.2   What is the most politeness strategy that is applied by the casts?

1.5  Aim of the Research
From the problem mentioned above, the writer has the following aims:
1.5.1   To analyze the most speech act that is utilized by the casts.
1.5.2   To analyze the most politeness strategy that is applied by the casts.

1.6   Theoritical Framework
The writer uses the politeness strategies for doing FTA by Brown and Levinson (1987) such as, Bald on Record, Positive Politeness Strategy, Negative politeness strategy, Off the record Strategy. Besides, Searle classifies the speech act become five kinds; assertive, directives, expressives, commisives, & declaratives. The complete theories are in chapter II.

1.7  Methods of the Research
In this research, the writer uses descriptive qualitative approach with data sources (text, article, and book). Source of the data in this research is the King's Speech film that is Tom Hooper as director. The data is the speech act of the casts when they apply politeness strategies.

1.8  Benefits of the Research
The result of this research is expected to give some benefits. First, it shows further information for students who want to learn about politeness strategy based on Brown and Levinson and speech act by Searle. Second, this research might become the reference for other writers who want to analyze similarly research. Third, it gives the information for the readers how to apply and understand speech act in the politeness strategies.

1.9  Systematic Organization of the Research
The writer is going to organize this research in order to make easier to understand. This research is divided into four chapters:
CHAPTER 1                  : INTRODUCTION
The chapter consists of background of the research, identification of the problem, limitation of the problem, statement of the problem, theoretical framework, aim of the research, methods of the research, benefits of the research and systematic organization of the research.

            CHAPTER 2             : THE THEORETICAL FRAMEWORK
The chapter explains the theoretical framework from Linguists.

            CHAPTER 3             : THE ANALYSIS OF POLITENESS THEORY
The chapter is about the analysis of the application of politeness strategy in the casts’ speech act.

            CHAPTER 4             : CONCLUSION
The chapter is the conclusion.

Mau Cantik? Mau Usaha? Mau Bisnis?

     Hai Teman teman Yang ada di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Bengkulu, Padang, Palembang, Medan, Pontianak, Banjarmasin, Goront...